TERNATE – Balai Wilayah Sungai (BWS) Maluku Utara (Malut) menyelenggrakan diskusi bertajuk air untuk kesejahteraan bersama. Diskusi ini berkaitan dengan forum air sedunia ke 10 yang bakal berlangsung di Bali pada Mei 2024 mendatang.
Diskusi tersebut berlangsung pada Rabu malam 20 Desember 2023, di Benteng Oranje, Kelurahan Gamalama, Kecamatan Ternate Tengah, Maluku Utara.
Dalam acara tersebut, Mantan Camat Ternate Utara, Zulkifli turut hadir sebagai salah satu narasumber yang kemudian berbagi pengalamannya terkait memanen air hujan untuk kebutuhan.
Gerakan meman air hujan itu dimulai sejak tahun 2015. Kata dia, di tahun tersebut kondisi curhan hujan paling terendah akibat anomali cuaca.
Masih di tahun yang sama, menurutnya, curah hujan di Kota Ternate saat itu, tidak mencapai 1000 mm, akan tetapi 800 mm.
Olehnya itu, dia kemudian menegaskan, air hujan itu harusnya dimanfaatkan sebaik mungkin, dan saat itu dia pun membangun geraka memanen air hujan, dengan membangun instalasi pemanen air hujan (IPAH) di kantor camat.
Pemanfaatan air hujan itu sebenarnya sudah dimanfaatkan oleh masyarakat di Kota Ternate, khususnya masyarakat yang tinggal di dataran tinggi.
“Misalnya ada di lingkungan Facei (Kelurahan Sangaji Utara), Tobengan (Kelurahan Kasturian). Bahkan beberapa masyarakat seperti di Pulau Hiri, Moti, dan Batang Dua juga telah memanfaatkam air hujan untuk memenuhi kebutuhan mereka,” ujar dia.
Katanya, pemanfaatn air hujan dengan membangun IPAH di kantor camat itu, bukan sebuah inovasi baru. Pasalnya dirinya mengadopsi apa yang dilakukan sekolah vokasi dari Univeritas Gaja Madah (UGM) di tahun 2016 lalu, dan dia mencoba mempraktek IPAH di Kota Ternate.
Menurutnya, terlepas dari persoalan distribusi air bersih di Perumda Ake Gaale, masih banyak warga di Kota Ternate belum menyadari hubungan antara air hujan dengan krisis air bersih.
“Sebenarnya berbicara krisis air bersih tidak hanya terjadi di Ternate, masyarakat di Pulau Hiri, Pulau Moti, Pualau Tifure dan Mayau di Kecamatan Batang Dua, setiap tahun terkendala mengakses air bersih secara kualitas,” tuturnya.
Terpisah, Kepala BWS Malut, Kalpin Nur seusai diakusi pada Diahinews.com mengatakan, tahun depan pihaknya bakal membangun embung di Pulau Hiri.
Kata Kalpin, pembangunan embung itu memiliki pagu anggaran sebesar Rp10 miliar, dan diperkirakan bakal mulai dikerjakan pada Maret 2024 medatang.
Sebab, proyek pembangun embung di Pulau Hiri itu, untuk saat ini masih dalam proses tender yang kurang lebih membutuhkan waktu selama 2 bulan.
“Ya insya allah di awal bulan Maret (2024) sudah bisa berkontrak,” ucap Kalpin usai diskusi.
Kalpin menyatakan, embung yang bakal dibangun itu dapat menampung air hujan sebanyak 3000 kubik.
“Kalau namanya embung itu volumenya di bawah 500 ribuh, kalau volumenya di atas 500 ribu itu kategorinya bendungan,” terang dia.
Kata dia, dengan anggaran Rp10 miliar, pembangunan embung di Pulau Hiri di tahun 2024 merupakan pembangunan tahap pertama, setelah itu, akan ada tahap keduan di tahun berikutnya.
“Nanti kita buat di berderetan, jadi nanti ada satu di bagian atas (Hulu) kemudia akan ada satu lagi di bagian bawah (Hilir). Jadi nanti tahap pertama kita buat satu dulu, Kami hanya menyediakan air bakunya, kalau untuk olahan air bersihnya nanti dari cipta karya,” jelasnya.
Dia menambahkan, untuk pembangunan yang sama di Pulau Moti dan Batang Dua, harus diusulkan oleh pemerintah daerah setempat. Bukan BWS Malut.
“Kita ngga bisa mengusulkan, kalau kita mengusulkan nanti dicurigai punya kepentingan, karena kita salah satu UPT yang ada di daerah hanya melakukan eksekutor,” pungkasnya.***