MOROTAI –Ali Bolotu mendirikan usaha pengasapan Ikan Roa sejak tahun 2016, namun hingga saat ini dia tidak disuport oleh Pemkab Pulau Morotai, meski proposalnya sudah dia sampaikan.
Ali Bolotu kini sudah berusia senja. Dia tinggal di RT 04 RW 02 Desa Bobula. Di desa itu dan Desa Wayabula Kecamatan Morotai Selatan Barat, berdiri sekitar 20 rumah pengasapan Ikan Roa, termasuk milik Ali.
Sebelum menekuni usaha pengasapan Ikan Roa, Ali bekerja sebagai nelayan tangkap Ikan Julung, yang diasapi menjadi Ikan Roa. Namun usianya yang makin tua membuat dia memutuskan tahun 2016 mulai mendirikan sebuah bangunan berukuran 3 x 2,5 meter untuk usaha pengasapan Ikan Roa. Ikan Roa itu kemudian dijual ke Kota Manado Sulawesi Utara.
Pemilik rumah pengasapan Ikan Roa mendapat bagi hasil dari nelayan tangkap.
“Contohnya ada nelayan yang tangkap ikan Roa 700 ekor, hasil tangkapan itu dikerjasamakan dengan pemilik pengasapan, hasil pengasapan dibagi 120 ekor untuk pemilik rumah pengasapan, sisanya 580 ekor milik nelayan. Sementara satu waya (Jepitan) ikan asap itu isinya 20 ekor, kemudian dijual dengan harga 15 ribu rupiah. Makanya, tong (Pemilik rumah pengasapan) punya pendapatan sangat bergantung dengan hasil tangkapan,” terang Ali.
Karenanya dia berharap usahanya dan kawan-kawannya itu mendapat suport dari Pemkab Pulau Morotai. Dia mengaku tahun lalu dia dan beberapa pemilik rumah pengasapan Ikan Roa di Desa Wayabula dan Bobula mengajukan proposal bantuan ke Disperindag dan UKM Pemkab Pulau Morotai, namun hingga saat ini proposal itu tak kunjung ditanggapi.
“Tahun ini (2024) torang (Kami) ada minta bantuan lagi, tapi sampai ini bolom (Belum) lia (Lihat) dia punya bentuk bantuan yang datang ke sini,” ucapnya saat ditemui, pada hari Sabtu 21 September 2024.
Bantuan yang dia harapkan itu berupa chainsaw untuk memotong pohon kelapa yang dijadikan sebagai kayu bakar, Viar sebagai alat angkut, dan coolbox sebagai wadah penampung hasil tangkapan nelayan.
“Bantuan kami minta ini karena awalnya ada petugas dari Disperindagkop tanya soal tong (Kami) punya pekerjaan pengasapan ini. Sekarang kalau torang (Kami) mau pengasapan butuh Box, keranjang, sensor (gergaji rantai), motor viar, dan beberapa alat yang lain,” tuturnya.
Untuk menggunakan alat-alat yang disebutkan tadi, sebagian besar para pemilik rumah pengasapan harus menyewa, ditambah harga bambu untuk dijadikan waya atau penjepit Ikan Roa, maka total biaya yang dikeluarkan untuk proses pengasapan bisa mencapai Rp 1 juta lebih.
“Kalau sensor (Gergaji Rantai) saya sewa 100 ribu ditambah minyak (BBM) saya beli Lima liter dikali 17 ribu per liter, sewa viar satu kali angkut kayu bakar 100 ribu, jadi kalau 4 Viar sudah 400 ribu. Kemudian kebutuhan 200 potong bambu, satu potong bambu dijual 5 ribu,” pungkasnya.